genberita.com – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terhadap Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk, dan ini mengokohkan hukuman 20 tahun penjara beserta denda dan uang pengganti sebesar total Rp 421 miliar. Vonis ini kini final. Selain Harvey, dua terdakwa lain, Suparta dan Reza Andriansyah, juga mendapat vonis banding yang diperberat. Artikel ini merinci putusan lengkap setelah kasasi, unsur hukum yang dipakai, serta sejumlah sorotan publik.
1. Vonis Final Harvey Moeis: 20 Tahun Penjara & Rp 420 Miliar
Harvey Moeis—mantan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT)—diketok 20 tahun penjara oleh MA setelah banding sebelumnya diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dari awalnya 6,5 tahun. Selain tahanan fisik, dia juga dijatuhi:
-
Denda Rp 1 miliar, subsider 8 bulan penjara
-
Uang pengganti negara Rp 420 miliar, subsider 10 tahun penjara jika tidak dibayar Korupsi ini dianggap merugikan negara hingga Rp 300 triliun, mencakup korupsi langsung dan kerusakan lingkungan.
1.1 Dari 6,5 Tahun ke 20 Tahun
Pada tingkat pertama, Harvey Moeis divonis 6 tahun 6 bulan penjara dengan denda dan uang pengganti Rp 210 miliar karena pertimbangan ringan seperti bersikap sopan dan berkeluarga. Namun, di tingkat banding, majelis pengadilan tinggi menganggap korupsi dan pencucian uangnya cukup berat—“menyakiti nurani publik”—sehingga memutuskan hukuman maksimal.
1.2 Penolakan Kasasi oleh MA
Pada tanggal 25 Juni 2025, Majelis MA ketua oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto, menolak kasasi alias “tolak mentah-mentah”. Putusan ini mengakhiri upaya hukum terakhir, dan vonis banding pun jadi final.
2. Alasan Perberatan Vonis: Dari Pecundang Jadi Perevisi
2.1 Pertimbangan Banding Menegaskan Kesalahan Fatal
MA dan banding menerangkan bahwa Harvey terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang sesuai Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 3 UU TPPU. Selain itu, tambahan uang pengganti Rp 420 miliar menunjukkan ia meraup keuntungan pribadi besar melalui aliran dana ke PT Skyline Quantum Exchange milik Helena Lim.
2.2 “Menyakiti Nurani Masyarakat”
Majelis banding menyinggung bahwa tidak ada hal meringankan yang signifikan. Sebaliknya, korupsi massif—termasuk kerugian lingkungan—telah melukai rasa keadilan masyarakat, sehingga hukum harus tegas .
2.3 Konteks Kerugian Lingkungan
Kasus ini diduga membuat kerusakan lingkungan skala besar—dengan estimasi Rp 271 triliun—meski perdata lingkungan dipisah jalur hukumnya. Majelis banding memutuskan bahwa tanggung jawab lingkungan bisa dikawal melalui proses tersendiri .
3. Vonis Lengkap: Suparta & Reza Andriansyah
Selain Harvey, dua terdakwa utama lain dalam kasus ini juga menghadapi perberatan vonis:
3.1 Suparta (Dirut PT RBT)
-
Pengadilan Tipikor awalnya vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti Rp 4,57 triliun.
-
Banding diperberat pengadilan tinggi menjadi 19 tahun dan tetap denda serta Rp 4,57 triliun subsider.
3.2 Reza Andriansyah (Dir Pengembangan PT RBT)
-
Banding ditambah menjadi 10 tahun serta uang pengganti sama, subsider penjara jika tak bayar.
Ketiganya dinilai ikut andil dalam skema korupsi dan pencucian uang yang mendulang keuntungan besar dan merugikan negara dan lingkungan.
4. Reaksi Publik & Sorotan Regulatif
4.1 Kritikan Soal Vonis Awal
Vonis ringan 6,5 tahun sempat memancing kemarahan publik yang menilai koruptor tidak sebanding dengan jumlah kerugian negara besar—hingga menimbulkan persepsi gagal tegakkan keadilan.
4.2 Wacana Reformasi UU Korupsi dan Perampasan Aset
Banyak pihak mendorong revisi UU untuk memperkuat perampasan aset koruptor, agar tidak hanya kandas pada hukuman penjara, melainkan juga perampasan total terhadap harta hasil tindak pidana .
4.3 Diskusi Lingkungan & Korporasi
Diskursus kini meningkat: apakah cukup hanya menjatuhkan denda dan uang pengganti, atau juga mengadili pencemaran lingkungan? Publik menyoroti bahwa isu lingkungan harus ditindak lewat jalur hukuman perdata atau pidana lingkungan.
5. Implikasi untuk Penegakan Hukum dan Korporasi
5.1 Preseden Hukum yang Jelas
Putusan banding dan penolakan kasasi ini menjadi peringatan kepada pelaku korupsi sektor pertambangan khususnya bahwa hukuman akan diperberat jika kerugian dan dampak luas.
5.2 Strategi Korupsi vs Pencucian Uang
Kasus ini menyajikan skema abu-abu: korupsi komoditas timah melalui perantara, didukung oleh struktur korporasi dan transaksi lintas negara—jadi contoh bahwa penegakan hukum harus adaptif terhadap struktur kompleks.
5.3 Reformasi Legislasi yang Diperlukan
Kasus ini menegaskan urgensi UU perampasan aset segera disahkan agar negara punya landasan hukum jelas untuk menyita aset hasil korupsi, termasuk yang disembunyikan lewat perusahaan offshore.
Kasasi ditolak Mahkamah Agung, menegaskan hukumannya: 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, uang pengganti Rp 420 miliar untuk Harvey Moeis, dan vonis diperberat untuk Suparta (19 tahun) serta Reza (10 tahun). Keputusan ini merefleksikan sikap tegas peradilan terhadap korupsi skala besar dan menjadi titik balik dalam penegakan hukum pertambangan Indonesia.