Jaksa Tanya Alasan Teken Sendiri Izin Impor Gula, Tom Lembong Ngaku Lupa

Finance Ragam
0 0
Read Time:3 Minute, 16 Second

Dalam sidang korupsi impor gula, jaksa penuntut umum (JPU) menyoroti keputusan Tom Lembong yang menandatangani sendiri izin impor gula meski stok nasional masih mencukupi. Saat ditanya alasan kenapa dia sendiri yang teken surat tersebut, eks Mendag ini menyatakan ia “sudah lupa”. Berikut ulasan lengkap terkait momen penting ini dan implikasinya.

1. Sidang di PN Tipikor Jakarta — Jaksa Tekankan Signifikansi Tanda Tangan

Pada persidangan, JPU membawa dokumen hasil rapat koordinasi 12 Mei 2015, yang menyimpulkan bahwa stok gula nasional masih aman, sehingga tak perlu impor. Namun, Tom Lembong tetap menandatangani persetujuan impor gula mentah ke perusahaan swasta.

Jaksa menanyakan langsung: “Kenapa Anda sendiri yang teken? Padahal, sesuai aturan, importir seharusnya BUMN dan harus lewat rapat koordinasi.” Jawaban Tom: ia “lupa sudah teken sendiri”. Pernyataan ini jadi sorotan persidangan karena menyangkut tanggung jawab formal menteri.

Majelis hakim juga menyoroti bahwa Permendag 117/2015 mensyaratkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian sebelum izin impor—yang tidak dilakukan Tom.

Persidangan masih berjalan, dan momen lupa menandatangani jadi titik fokus: apakah ini ulah prosedural atau pertahanan hukum?

2. Kontroversi: Surplus Gula vs Izin ke Swasta

Jaksa menegaskan bahwa dalam rapat May 2015, semua kementerian (Mendag, Menko Perekonomian, BUMN) setuju bahwa impor gula tidak perlu karena jumlah pasokan mencukupi. Meski begitu, Tom tetap mengeluarkan izin impor GKM (gula kristal mentah) sebanyak 105.000 ton kepada 8 perusahaan swasta, tanpa Izin Produsen Importir Gula (IP Gula) resmi dari BUMN.

Jaksa menilai ini bentuk praktek menyimpang:

  1. Menyalahi Permendag 117/2015 karena izin tanpa rekomendasi.

  2. Melanggar Keputusan Mendag 527/2004 — hanya BUMN yang boleh impor gula putih.

  3. Mengganggu stabilitas harga gula consumer karena gula mentah dialihkan ke industri dan sebagian masuk pasar rakyat.

Dengan kekakuan parlemen, Tom dianggap menyalahgunakan wewenang.

3. Tom Lembong dan Alasan: Proyeksi Kebutuhan atau Kelalaian?

Tom berkali-kali membela bahwa impor gula mentah dibutuhkan untuk proyeksi kebutuhan industri pangan, bukan untuk keperluan konsumer langsung. Ia menyebut sudah merujuk surat rekomendasi sebelumnya dari Menteri terdahulu dan dari BUMN—meski tak tercantum di rapat koordinasi.

Namun, keraguan muncul dari saksi dan ahli hukum administrasi negara, seperti Wiryawan Chandra dari Unika Atma Jaya, yang menyebut tindakan menerbitkan izin tanpa rakor “istu bentuk penyimpangan administratif”. Ini menandakan bahwa klaim proyeksi saja tak cukup untuk membenarkan tindakan formal Lembong.

Apalagi, dalam kasasi ia mengaku lupa—ini bisa jadi senjata hukum atau bahan penilaian hakim.

4. Kritik Publik & Reddit: “Lupa” atau Strategi Hukum?

Respons publik mencuat, termasuk di Reddit, menyebut bahwa lupa tanda tangan adalah bentuk klaim prosedural yang mudah diperdebatkan:

“Tom signer izin lalu lupa — ini strategi hukum, bukan masalah moral”
“Kalau salah proyeksi bisa kena pidana kalo aturan tidak jelas”

Komentar seperti ini menyingkap bahwa masyarakat menilai tindakan Lembong bukan semata kealpaan, tapi sebuah strategi tanggung jawab formal.

Beberapa netizen juga menunjuk bahwa peraturan saat itu tidak sepenuhnya melarang, sehingga tindakan bisa dibenarkan secara normatif—meskipun merugikan negara.

5. Dampak Sidang dan Implikasi Hukum Kedepan

Sidang Tom bukan sekadar perdebatan prosedural, tapi bisa membuka jalan untuk:

  1. Reformasi peraturan impor pangan, agar wewenang menteri tidak disalahgunakan.

  2. Perbaikan tata kelola administrasi perdagangan, seperti sistem digital rapat koordinasi dan tracking izin.

  3. Penafsiran UU Tipikor terkait kerugian negara dari proyeksi vs realisasi — apakah selisih margin swasta bisa dikategorikan merugikan negara.

Jika hakim memutus bahwa lupa tanda tangan adalah kelalaian berat, ini bisa jadi preseden baru dalam penegakan korupsi gratifikasi potensial.

Persidangan menunjukkan momen kritis: Tom Lembong memang menandatangani izin impor gula meski stok mencukupi, dan mengaku lupa alasannya. Dihadapkan pada penyimpangan administratif dan regulasi, kasus ini membuka ruang bagi pembaruan sistem izin impor dan mempertegas batas wewenang menteri. Keputusan hakim bakal jadi tonggak penting dalam menentukan apakah lupa itu kelalaian atau strategi defensif.

Kasus Tom Lembong ngaku lupa izin impor gula bukan sekadar soal satu tanda tangan—tapi soal akuntabilitas dan tata kelola publik. Di tengah sidang yang masih berjalan, publik menanti apakah fungsi kontrol administratif akan diperkuat, ataukah pengakuan “lupa” akan dilegalkan. Keputusan akhir akan menentukan masa depan regulasi dan budaya tata kelola izin yang transparan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %