Kebijakan Subsidi Energi 2025: Siapa Untung Siapa Buntung?

Politik

πŸ“Œ Subsidi Energi 2025: Kebijakan Populis yang Picu Polemik

Pemerintah Indonesia resmi memperpanjang & menaikkan alokasi subsidi energi 2025.
Kebijakan ini mencakup BBM bersubsidi, listrik, & LPG 3 kg.
Tujuannya, bantu masyarakat berpenghasilan rendah & stabilkan daya beli di tengah harga energi global yang naik.

Tapi di lapangan, nggak sedikit yang mengkritik kebijakan ini.
Subsidi sering nggak tepat sasaran β€” kelompok menengah & atas juga ikut menikmati.
Padahal, beban APBN untuk subsidi energi makin membengkak, bikin ruang fiskal makin sempit.

Ekonom memperingatkan, subsidi besar bisa bikin pembangunan sektor lain terganggu.
Misalnya infrastruktur hijau, kesehatan, & pendidikan.
Pertanyaannya: subsidi ini benar-benar bantu rakyat kecil atau malah jadi bom waktu fiskal?


πŸ“Œ Siapa Untung, Siapa Buntung?

Dalam praktiknya, subsidi energi 2025 bikin harga BBM & listrik tetap stabil meski harga minyak dunia naik.
Masyarakat berpenghasilan rendah jelas terbantu, ongkos transportasi & biaya listrik rumah tangga jadi lebih ringan.

Tapi di sisi lain, kelompok menengah-atas justru lebih diuntungkan.
Mereka punya kendaraan pribadi lebih banyak, konsumsi listrik lebih besar.
Akhirnya, subsidi justru lebih banyak dinikmati yang sebenarnya sanggup bayar harga keekonomian.

Selain itu, penyaluran subsidi LPG 3 kg juga sering bocor.
Tabung subsidi bisa dibeli restoran atau bisnis besar yang nggak berhak.

Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan skema subsidi tepat sasaran.
Rencananya pakai sistem digital, data NIK & GPS.
Tapi implementasi di lapangan masih banyak tantangan, mulai dari pendataan, pengawasan, sampai edukasi publik.


πŸ“Œ Dampak Jangka Panjang Subsidi Energi 2025

Ekonomi makro pun kena imbas.
Dengan subsidi besar, APBN harus alokasikan triliunan rupiah.
Kalau harga minyak dunia naik terus, angka ini bisa jebol target defisit.

Selain itu, subsidi energi juga menghambat transisi ke energi terbarukan.
Harga energi fosil yang murah bikin masyarakat enggan beralih ke kendaraan listrik atau panel surya.

Padahal Indonesia punya target net zero emission 2060.
Tanpa langkah tegas, target itu bisa meleset jauh.

Karena itu, banyak pakar energi dorong reformasi subsidi:
Alihkan subsidi langsung ke orang miskin lewat BLT energi, insentif pembelian motor listrik, atau bangun PLTS atap subsidi untuk warga.

Dengan begitu, subsidi jadi tepat sasaran, rakyat kecil terbantu, & arah transisi energi tetap jalan.