genberita.com – Polda Metro Jaya memeriksa Roy Suryo terkait laporan tudingan ijazah palsu Presiden Jokowi. Pakar telematika dan mantan Menpora ini dicecar antara 24 hingga 26 pertanyaan, termasuk seputar dokumen pendidikan dan UU ITE. Pemeriksaan ini menandai eskalasi dalam penyelidikan laporan Jokowi yang diajukannya pada 30 April 2025. Artikel ini menguraikan proses pemeriksaan hari ini, respons Roy, dasar hukum pemeriksaan, hingga dampak sosial dan politiknya.
Detil Proses Pemeriksaan dan Pertanyaan Penyidik
Roy tiba di Polda Metro sekitar pukul 10.00 WIB dan menjalani sesi pemeriksaan hingga sekitar pukul 14.50 WIB .
Polda Metro Jaya mencatat total 24 hingga 26 pertanyaan diajukan . Sebagian besar berkaitan dengan identitas diri, latar pendidikan (SD, SMP, SMA, S1 UGM, S2 UGM, S3 UNJ), hingga detail peristiwa pada 26 Maret 2025βlokasi pelaporan utama. Ia menjelaskan pada tanggal tersebut sedang buka bersama komunitas otomotif di Kemang dan siap diverifikasi melalui CCTV.
Terkait dokumen elektronik, Roy mempertanyakan relevansi pasal 32 dan 35 UU ITE tanpa ada bukti digital otentik. Menurutnya, laporan itu berdasarkan konten YouTube dan dokumen cetak, bukan rekayasa elektronik.
Landasan Hukum dan Kritik UU ITE
Roy mengkritik penggunaan pasal-pasal UU ITE tanpa bukti elektronik. Ia menyebut:
-
Tanpa dokumen elektronik, pasal ITE tidak bisa digunakan.
-
Pasal 32 & 35 dirancang untuk pemalsuan digital, bukan kontroversi offline.
-
Sebagai perumus UU ITE, ia menyarankan agar pasal tidak diaplikasi sembarangan.
Ia mengaku mempertanyakan kejelasan surat pemanggilanβyang menurutnya tidak menyebut nama terlapor jelas sehingga bisa menimbulkan ambiguitas.
Konteks Laporan Jokowi dan Barang Bukti
Presiden Jokowi melaporkan kasus ini pada 30 April 2025, menyoroti tuduhan palsu berdasarkan video dan konten media sosial terkait ijazahnya.
Polda Metro telah memeriksa 24 saksi termasuk Roy dan dr. Tifauzia Tyassuma. Tim juga mengamankan flashdisk berisi 24 tautan video YouTube dan dokumen cetak seperti fotokopi ijazah, sampul skripsi, dan legalisir.
Pasal yang digunakan meliputi Pasal 160 KUHP (penghasutan) dan Pasal 28 UU ITE (penyebaran info bohong).
Respons Roy Suryo & Implikasinya
Roy menilai penyidikan berjalan βcukup lancar,β dengan jeda salat dan istirahat yang terakomodasi. Ia menyatakan siap menghadapi proses hukum.
Namun, kritikan tajam muncul soal penggunaan UU ITE tanpa bukti elektronik. Roy meminta penyidik fokus pada dokumen dan bukti nyata.
Secara umum, ia menolak tuduhan, meminta penegasan elemen elektronik atau digital yang jadi dasar laporan.
Dampak Sosial dan Politik
A. Politisi vs UU ITE
Kasus ini menyoroti bagaimana UU ITE digunakan dalam konflik informasi politik. Pakar seperti Roy mempertanyakan preseden penggunaan undang-undang digital untuk kasus dokumen cetak publik.
B. Persepsi Publik
Publik terbagi antara yang mendukung transparansi hukum dan yang melihat ini sebagai kriminalisasi ujaran atau kritik, khususnya ketika melibatkan elit politik.
C. Arus Balik Informasi
Wacana ini membuka komentar luas di media sosialβbeberapa menyoroti font, percetakan tahun 80-an, dan analogi “Obama birth certificate” style. Hal ini memperlihatkan bagaimana isu sangat politis dan sensitif.
Polda Metro periksa Roy Suryo terkait tudingan ijazah palsu Jokowi adalah bagian dari proses hukum intensif sejak laporan Jokowi di akhir April 2025. Dengan pemeriksaan luas terhadap saksi, dokumen digital vs cetak, dan kritik atas penggunaan pasal UU ITE, kasus ini jadi ujian batas penegakan hukum digital di Indonesia. Selanjutnya, publik dan politisi perlu memantau jalannya pemeriksaan, klarifikasi bukti elektronik, dan keputusan aparat hukum yang akan diambil.